Senin, 30 Maret 2020

MODUL I PERKEMBANGAN TEORI ORGANISASI


Modul 1

                        Perkembangan Teori Organisasi

Dr. Ir. S.B. Hari Lubis
PENDAHULUAN
Jika  sekelompok  individu  menghadapi  pekerjaan  yang  sudah  terlalu besar untuk ditangani oleh satu orang, lahirlah organisasi. Pekerjaan yang  besar  itu  dibagi-bagi.  Setiap  individu  mendapat  tugas  mengerjakan sebagian  dari  pekerjaan  yang  besar  tadi,  sesuai  kemampuannya  masing-masing. Pekerjaan yang terbagi-bagi kepada banyak individu itu, kemudian perlu  disatukan  kembali  sehingga  akhirnya  lahirlah  organisasi.  Cara membagi-bagi pekerjaan yang besar tadi dan cara menyatukannya kembali, melahirkan ilmu organisasi. Cara pembagian pekerjaan dan penyatuan hasil kerja individu tertentu bisa menyebabkan organisasi menjadi lamban atau menjadi cepat, menjadi terkontrol tapi lamban ataupun menjadi cepat, tetapi kurang terkendali, menjadi boros, hemat, kaku, fleksibel, dan sebagainya.
Manusia purba biasa bekerja sendiri. Ia pergi ke sungai mencari bebatuan untuk menjadi mata kapak, kemudian ke hutan mencari tangkai pohon dan akar gantung. Batu diikatkan ke tangkai menggunakan akar gantung tadi sehingga terciptalah kapak batu. Dengan kapak batu itu ia pergi berburu, mencari kambing hutan. Dagingnya disantap, kulitnya dijadikan cawat, tas, sepatu, dan tulang-tulangnya dijadikan sendok, kancing, dan laujn-lain. Semua dilakukan sendiri, tanpa bantuan orang lain.
Di zaman pertengahan, corak kerja manusia mengalami perubahan. Manusia tidak lagi harus mengusahakan sendiri semua kebutuhan hidupnya. Sebagian kebutuhan diperoleh dari para spesialis yang memang keahliannya dalam hal tertentu memang lebih tinggi dari rata-rata manusia biasa, seperti tukang sepatu, tukang roti hingga ahli membuat rumah. Para spesialis ini mengerjakan sendiri seluruh kegiatannya secara lengkap. Kegiatan tukang sepatu, mulai dari memelihara kambing, menyembelih kambing, menguliti dan menyamak kulit kambing, mengerjakan kulit kambing yang sudah disamak menjadi sepatu hingga memasarkan sepatu yang sudah jadi, semua
dikerjakannya sendiri. Oleh karena itu, diperlukan waktu magang bertahun-tahun sebelum seseorang bisa menjadi spesialis.
Di akhir zaman pertengahan ini, manusia berhasil menciptakan mesin. Melihat potensinya, muncul keinginan untuk menggunakan mesin ini untuk membantu pekerjaan manusia. Ternyata kegiatan manusia dan mesin baru bisa digabungkan jika manusia hanya ditugasi menangani potongan-potongan kecil (atom) kegiatan, seperti yang sering kita temukan di perusahaan-perusahaan assembling di zaman modern ini. Keberhasilan ini mengubah secara drastis peradaban manusia. Persyaratan tenaga kerja menjadi sangat mudah dipenuhi karena tugasnya sedemikian sederhana sehingga persediaan tenaga kerja menjadi melimpah. Pekerjaan dibagi-bagi menjadi potongan-potongan kecil sehingga untuk pertama kalinya muncul organisasi produksi berukuran besar. Pada saat itulah baru disadari bahwa pengetahuan serta keterampilan untuk mengelola organisasi produksi berukuran besar belum dikuasai.
Oleh karena itu, boleh dikatakan bahwa keinginan untuk mempelajari cara menangani organisasi produksi berukuran besar baru timbul di akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20, dan di saat awal kemunculannya diwarnai dengan pandangan yang menganggap tenaga kerja kurang penting, tidak perlu dirawat dengan baik karena pada saat itu persediaan tenaga kerja sedang melimpah.
Secara umum tujuan penulisan modul ini ialah untuk menjelaskan kepada Anda bahwa ada berbagai teori organisasi yang masing-masing dengan pendekatan tersendiri serta kebaikan dan kekurangan.
Secara khusus setelah mempelajari modul ini dengan baik Anda diharapkan dapat menjelaskan:
1.      pengertian organisasi;
2.      riwayat singkat munculnya organisasi;
3.      beberapa pendekatan dalam teori organisasi;
4.      teori organisasi;
5.      beberapa tingkatan dalam analisis organisasi




Kegiatan Belajar 1
Definisi Organisasi

Organisasi adalah sesuatu yang abstrak, tidak dapat dilihat maupun  diraba, tetapi selalu kita rasakan eksistensinya, hampir dalam semua aspek kehidupan. Sebagai warga negara misalnya, kita rasakan adanya berbagai peraturan, seperti keharusan memiliki kartu penduduk, kewajiban membayar pajak, dan aturan lainnya, yang menunjukkan adanya organisasi yang melingkupi dan mengatur peri kehidupan kita walaupun kita sendiri tidak dapat melihat ataupun meraba organisasi yang mengeluarkan berbagai peraturan tersebut.
Karena sifatnya yang abstrak menyebabkan organisasi bisa didefinisikan dengan macam-macam cara. Barnard mendefinisikan organisasi sebagai kumpulan individu yang terkoordinasi secara sadar sehingga bisa juga dinyatakan sebagai suatu sistem yang terdiri dari berbagai kegiatan yang saling berhubungan1. Davis mendefinisikan organisasi sebagai kelompok individu, yang bekerja sama di bawah seorang pimpinan, untuk mencapai suatu tujuan tertentu2. Definisi Davis berbeda dari definisi sebelumnya, yaitu memberikan penekanan khusus mengenai adanya “tujuan” suatu organisasi. Hampir semua literatur memberikan definisi yang berlainan, baik karena adanya penggunaan kata-kata yang berbeda maupun karena adanya penekanan khusus pada aspek-aspek tertentu, seperti pada definisi Davis.

1             Barnard, Chester I. : The Functions of the Executive. Cambridge – Massachusetts, Harvard University Press, 1938.
2             Davis, Ralph : The Fundamentals of Top Management. New York, Harper & Brothers Publishers, 1951.
Perkembangan selanjutnya menekankan keterkaitan organisasi terhadap aspek sosial, yaitu sebagai akibat dari adanya interaksi kelompok-kelompok manusia yang terdapat dalam organisasi. Perkembangan lainnya memberikan perhatian khusus akan adanya hubungan organisasi dengan lingkungannya.
Dari keseluruhan perkembangan tersebut akhirnya ditarik kesimpulan bahwa organisasi dapat didefinisikan sebagai berikut.

Suatu kesatuan sosial dari sekelompok individu (orang), yang saling berinteraksi menurut suatu pola yang terstruktur dengan cara tertentu sehingga setiap anggota organisasi mempunyai tugas dan fungsinya masing-masing, dan sebagai suatu kesatuan mempunyai tujuan tertentu, dan juga mempunyai batas-batas yang jelas sehingga Organisasi dapat dipisahkan secara tegas dari lingkungannya3.

Definisi inilah yang akan selalu digunakan dalam pembahasan selanjutnya mengenai organisasi.

BEBERAPA PENDEKATAN DALAM TEORI ORGANISASI

Sifat abstrak suatu organisasi, dan keterkaitannya dengan aspek sosial, seperti dinyatakan sebelumnya, menyebabkan tinjauan terhadap teori organisasi menjadi sangat luas dan menyangkut berbagai aspek yang berbeda. Akibatnya, studi tentang organisasi juga bisa dilakukan menurut berbagai sudut pandang yang berlainan, sesuai dengan aspek khusus atau dimensi organisasi yang mendapatkan perhatian lebih dalam setiap jenis analisis.
Sebagai akibat dari kondisi itu, muncul bermacam-macam orientasi dalam teori organisasi, yang masing-masing dipengaruhi oleh cara yang digunakan dalam meninjau permasalahan organisasi.

3     Daft, Richard L. : Organization Theory and Design, St. Paul – Minnesota, West Publishing Company, 1983, hal 8.

Stogdill mengidentifikasikan tidak kurang dari 18 jenis orientasi dalam analisis organisasi, antara lain yang memandang organisasi sebagai produk kebudayaan, sebagai agen dalam proses pertukaran dengan lingkungan, sebagai sistem yang terdiri dari struktur fungsi, sebagai suatu struktur kegiatan, sebagai kumpulan dari fungsi-fungsi dinamis, sebagai sistem yang melakukan proses, sebagai sistem input-output atau sebagai struktur yang merupakan kumpulan beberapa kelompok orang (group).
Pandangan lain lebih memberikan perhatian pada perilaku kelompok dalam organisasi, mempelajari interaksi kelompok-kelompok dengan organisasi ataupun mempelajari interaksi yang terjadi antarkelompok4.
Adanya berbagai orientasi tersebut menjadikan teori organisasi sukar dipelajari secara lengkap. Sulit sekali memperoleh pengetahuan yang cukup mendalam mengenai keseluruhan orientasi tersebut hanya dari satu atau sejumlah kecil bahan bacaan walaupun memang ada penulis yang mencoba menyajikannya dalam satu buku saja. Oleh karena itu, pemahaman mengenai keseluruhan orientasi hanya bisa dilakukan dengan mempelajari, satu demi  satu, literatur-literatur asli yang mewakili setiap jenis orientasi. Dan, seandainya hal itu dilakukan, ternyata masih diperlukan adanya renungan yang cukup dalam untuk dapat memahami saling keterkaitan antara berbagai orientasi tersebut. Setelah itu, barulah diperoleh gambaran lengkap mengenai kerangka keseluruhan teori organisasi, dan juga pengertian yang jelas mengenai posisi ataupun peran setiap orientasi dalam kerangka keseluruhan tersebut5.

4.    Tosi, Henry L. : Theories of Organization, St. Clair Press, 1975, hal : 1-2
5     Kenyataan ini menunjukkan bahwa setiap kali membaca literatur tentang Organisasi, perlu segera diidentifikasikan jenis “aliran” yang menjadi dasar penulisan literatur tersebut. Sayangnya, jarang sekali penulis buku tentang Organisasi, terutama di Indonesia, yang secara jelas menunjukkan jenis aliran yang mendasari tulisannya.



Kerangka keseluruhan teori organisasi seharusnya merupakan suatu kerangka yang merupakan kumpulan beberapa kelompok orientasi, dimana beberapa orientasi yang saling berkaitan erat dikumpulkan menjadi satu kelompok. Selanjutnya, kelompok-kelompok orientasi yang saling berdekatan disatukan menjadi suatu aliran utama dalam teori organisasi.
Banyaknya orientasi yang muncul dalam teori organisasi menyebabkan cara menyatakan kerangka keseluruhan juga berbeda-beda. Kerangka yang dirumuskan oleh Tosi, misalnya mengelompokkan berbagai orientasi dalam Pendekatan Klasik, pendekatan yang menganggap organisasi sebagai suatu sistem sosial, pendekatan struktur, pendekatan teknologi, pendekatan adaptif, dan pendekatan organisasi integral6.
Dalam tulisan ini, pengelompokan berbagai orientasi tersebut dinyatakan dengan cara yang lebih sederhana, sesuai kurun waktu pemunculannya, yaitu Pendekatan Klasik, Pendekatan Neoklasik, dan Pendekatan Modern7, yang memang kurun waktu pemunculannya berurutan. Walaupun pengelompokan ini berdasarkan kurun waktu pemunculan, tidaklah berarti bahwa antara berbagai orientasi yang membentuk suatu jenis pendekatan terjadi silang pendapat. Berbagai orientasi yang muncul pada kurun waktu yang sama ternyata memang mempunyai dasar pemikiran yang saling berkaitan, sesuai dengan “trend” pemikiran dan perhatian pada kurun waktu tersebut.

6     Tosi, Henry L. : op cit
7     Pengelompokan semacam ini pernah dimunculkan oleh William G. Scott : Organization Theory, Journal of the Academy of Management, vol. 4, no. 1, April 1961, hal 7-26, yang mencoba mengelompokkan berbagai orientasi yang muncul hingga tahun 1961, saat artikel itu diterbitkan. Melengkapi pengelompokan menurut Scott, dalam tulisan ini salah satu pendekatan merupakan pengelompokan berbagai orientasi yang muncul setelah tahun 1961.



1.      Pendekatan Klasik

Munculnya  Pendekatan  Klasik  dalam  teori  organisasi  diilhami  oleh beberapa konsep pemikiran yang dikemukakan oleh Frederick Winslow Taylor (1856-1915), yang ia rumuskan berdasarkan pengalaman kerjanya pada perusahaan baja Bethlehem Steel di Amerika8. Taylor adalah seorang insinyur yang mendapat tugas memimpin dan meningkatkan produktivitas dari sejumlah besar karyawan pelaksana. Oleh karena itu, dari pengalamannya tersebut, muncul pemikiran Taylor yang sesungguhnya bukan menyangkut organisasi, tetapi cenderung membahas pengaturan cara bekerja, khususnya bagi pekerja pelaksana (seperti tukang-tukang, dan operator mesin), dan mencoba merumuskan cara (gerakan) kerja baku yang paling efisien, berdasarkan pemikiran berikut .
                 Pertama, setiap jenis pekerjaan dapat dianalisis secara ilmiah (scientific) untuk menemukan cara terbaik dalam pelaksanaannya (yang disebut one best way), berupa metode kerja baku yang paling efisien, yang mampu memberikan hasil yang maksimal. Adanya metode kerja baku yang paling efisien ini membuka kesempatan untuk menetapkan pekerja yang paling sesuai untuk setiap jenis pekerjaan.
Kedua, cara atau metode kerja baku ini belum tentu sesuai dengan keinginan pekerja, tetapi pekerja bisa dirangsang dengan imbalan finansial agar bersedia menjalankannya, yang berarti bahwa pandangan ini menganggap para pekerja bersifat “rasional”, bersedia mengerjakan sesuatu yang sebenarnya tidak mereka sukai asalkan mendapat imbalan finansial yang memadai.


8  Taylor, Frederick Winslow : The Principles of Scientific Management, Harper & Brothers Publishers, 1919.



Oleh karena pekerja pelaksana diharapkan memberikan hasil yang maksimal maka dalam pendekatan Taylor ini para pekerja tersebut secara khusus hanya ditugaskan untuk mengerjakan pekerjaan pelaksanaan saja dan dibebaskan dari tugas lain (seperti merencanakan metode kerja, atau membuat rencana kerja). Kekhususan (spesialisasi) tersebut diharapkan akan dapat membebaskan para pekerja pelaksana dari keharusan “membagi” perhatian terhadap hal-hal lain di luar tugas pelaksanaan sehingga mereka bisa lebih produktif. Adanya metode kerja baku juga memberikan keuntungan, yaitu membuka kesempatan untuk menetapkan waktu baku bagi penyelesaian suatu tugas.
 Jika seorang pekerja baku bekerja dengan menggunakan metode kerja yang juga baku, akan diketahui waktu baku yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Dengan demikian, jika jenis dan volume pekerjaan yang perlu diselesaikan telah diketahui, dan juga diketahui kapasitas pekerja baku (yang dinyatakan dengan waktu baku yang dibutuhkan oleh pekerja baku untuk menyelesaikan suatu pekerjaan) maka dapat ditentukan jenis dan jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, dan juga pendistribusian para pekerja tersebut dalam organisasi. Jika jenis dan jumlah pekerja tersebut dapat dinyatakan sebagai organisasi maka dapatlah dinyatakan sebagai berikut.

Organisasi
Volume pekerjaan yang perlu diselesaikan

kapasitas kerja baku

Konsep Taylor ini pada mulanya banyak sekali mendapatkan tantangan, baik dari pihak manajemen maupun dari pihak pekerja. Keberatan pihak manajemen bertalian dengan cara pelaksanaan analisis ilmiah terhadap pekerjaan, yang sering kali dilaksanakan oleh sekelompok analis tanpa mempertimbangkan pendapat para manajer mengenai metode kerja yang sebaiknya digunakan.
Keberatan pihak pekerja terjadi karena mereka merasa diperlakukan secara kurang manusiawi, yaitu karena merasa dipaksa bekerja dengan cara yang belum tentu mereka sukai. Selain itu para pekerja juga keberatan karena penghematan biaya yang diperoleh dari penggunaan metode kerja baku tersebut sering kali tidak didistribusikan kepada para pekerja dan dianggap hanya menjadi tambahan keuntungan bagi pihak pemilik perusahaan.
Tampak bahwa konsep yang dikembangkan oleh Taylor ini bukanlah suatu pembahasan mengenai organisasi, tetapi lebih terfokus pada pengaturan kerja, terutama di tingkat pelaksana, dengan tujuan untuk memperoleh performansi kerja yang terbaik. Walaupun demikian, konsep ini secara implisit ternyata berpengaruh terhadap bentuk (anatomi) organisasi dan juga pengorganisasian, misalnya berikut ini.

a.      Penegasan mengenai perlunya keseimbangan antara tanggung jawab dan wewenang yang terdapat pada suatu jenis pekerjaan.
b.      Pemisahan tugas-tugas yang berbeda dan pengelompokan tugas-tugas yang sejenis, yang selanjutnya dikenal sebagai pengorganisasian secara
“fungsional”, dan adanya “spesialisasi” tugas dalam organisasi.
c.      Memperkenalkan penggunaan standar, baik untuk metode kerja maupun yang menyangkut waktu kerja sehingga bisa digunakan untuk mengontrol performansi kerja karyawan.
d.      Adanya standar membuka kesempatan untuk menetapkan, secara adil, upah maupun upah perangsang, sebagai alat untuk memotivasi pekerja.
Konsep Taylor ini banyak yang serupa dengan model organisasi birokratis yang dikembangkan oleh Max Weber. Kesamaan terutama terjadi pada anggapan yang digunakan bahwa manusia merupakan makhluk rasional, yang tertuang dalam berbagai aturan maupun prosedur rasional dalam cara pengorganisasian.
Konsep Taylor terutama membahas pengaturan di tingkat pelaksana, kemudian berkembang beberapa teori yang sifatnya lebih “makro” yang memusatkan perhatian pada pengaturan organisasi secara keseluruhan. Seperti konsep Taylor, teori birokrasi ini juga didasarkan pada anggapan tentang rasionalitas manusia dan memusatkan perhatian pada struktur formal organisasi dan proses yang terjadi di dalam organisasi tersebut.
Kumpulan teori tersebut diawali dengan tulisan Henry Fayol yang dianggap sebagai pelopor teori manajemen. Proses manajemen menurut Fayol terdiri dari lima elemen utama, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, koordinasi, dan pengendalian. Proses-proses ini dijalankan dengan berpegang pada sekumpulan prinsip yang merupakan acuan pelaksanaan bersifat rasional.
Selanjutnya, muncul beberapa nama lain yang mencoba mengembangkan prinsip-prinsip Fayol tersebut, terutama Luther Gulick dan Lyndal Urwick. Selain itu, muncul pula nama Mary Parker Follett, dengan pendekatan yang agak berlainan, yaitu dengan perhatiannya secara khusus terhadap aspek sosiologis dan psikologis dalam proses manajemen. Pendekatan ini disebut sebagai Administrative Design Theory yang sering dianggap sebagai “jembatan” yang menghubungkan pendekatan organisasi Klasik dengan Pendekatan Neoklasik yang bertumpu pada aspek hubungan antar manusia dalam suatu organisasi9.

2.      Pendekatan Neoklasik
Pendekatan ini muncul dari serangkaian percobaan yang dilaksanakan
oleh Elton Mayo dan kelompoknya antara tahun 1927 hingga 1932 pada pabrik Hawthorne milik perusahaan elektronika Western Electric Company di Amerika10. Rangkaian percobaan ini sesungguhnya didasari oleh prinsip-prinsip Taylor walaupun hasilnya ternyata menunjukkan kesimpulan yang bertolak belakang dengan prinsip-prinsip Taylor tersebut.
 

9 Lihat Kast, Fremont E., Rosenzweig, James E. : Organization and Management, a Systems and Contingency Approach, 4th edition, Mc Graw- Hill International Book Company, 1985, hal : 62-63)
10 Kast, Fremont E, Rozensweig, James E. : op cit, hal : 80-81


Salah satu percobaan dilakukan untuk mempelajari pengaruh kondisi fisik tempat bekerja terhadap prestasi pekerja. Pada awalnya, kondisi fisik yang diteliti adalah kuat penerangan ruangan kerja. Beberapa pekerja wanita yang tugasnya melakukan assembling komponen elektronik, ditempatkan pada sebuah ruang kerja khusus yang kuat penerangannya bisa diatur. Para pekerja ini sebelumnya bekerja di sebuah ruangan besar dengan ratusan pekerja wanita lainnya. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa prestasi pekerja selalu meningkat walaupun kuat penerangan di tempat kerja berubah, baik menjadi lebih terang ataupun menjadi lebih gelap.
Secara tidak sengaja, percobaan ini menunjukkan bahwa selain pengaruh kondisi fisik ruangan, juga ada faktor lain yang mempengaruhi prestasi pekerja, yaitu ikatan sosial. Ikatan sosial mempengaruhi prestasi pekerja, karena mereka dipisahkan menjadi kelompok kecil dan ditempatkan pada sebuah ruang kerja khusus, terpisah dari para pekerja assembling lainnya. Ikatan sosial yang terjadi, kemudian berkembang menjadi solidaritas kelompok sehingga semua pekerja berusaha bekerja dengan prestasi yang baik agar tidak mengecewakan ataupun memalukan kelompoknya.
Percobaan Hawthorne ini segera diikuti dengan percobaan-percobaan lain yang sejenis, yang akhirnya melahirkan Pendekatan Neoklasik atau disebut juga pendekatan Human Relations karena perhatiannya bertumpu pada aspek hubungan antar manusia dalam organisasi.
Pendekatan ini berpegang pada beberapa prinsip berikut.
a.      Organisasi adalah suatu sistem sosial, dimana hubungan antara anggotanya merupakan interaksi sosial.
b.      Interaksi sosial ini menyebabkan munculnya kelompok non-formal organisasi, yang memiliki norma tersendiri yang berlaku dan merupakan pegangan bagi seluruh anggota kelompok. Norma ini berpengaruh terhadap sikap maupun prestasi para anggota kelompok.
c.      Interaksi sosial antara anggota organisasi bisa dan perlu diarahkan agar pengaruhnya bersifat positif bagi individu maupun kelompok. Oleh karena itu, diperlukan saluran komunikasi yang efektif untuk mengarahkan interaksi sosial tersebut, sebab kelompok-kelompok non-formal bisa saja mempunyai tujuan yang berbeda dari kepentingan organisasi.
Oleh karena beberapa alasan tersebut, dalam organisasi diperlukan pemimpin yang selain memperhatikan struktur formal, juga mempunyai perhatian terhadap aspek psikososial. Diperlukan keterampilan sosial di samping keterampilan teknis agar mampu membina munculnya ikatan sosial yang sehat dalam organisasi. Dari penjelasan tersebut tampak bahwa perhatian Pendekatan Neoklasik terfokus pada aspek hubungan antarmanusia dalam organisasi, dan kurang memperhatikan struktur pembagian tugas, tanggung jawab, dan wewenang ataupun secara lebih luas anatomi organisasi. Hal ini sering kali dipandang sebagai kelemahan utama Pendekatan Neoklasik.

3.      Pendekatan Modern
Setelah   munculnya   Pendekatan   Neoklasik,   tampak   bahwa   teori organisasi mempunyai kecenderungan “menyebar”. Pendekatan-pendekatan yang ada hingga masa itu sering kali tidak ada hubungannya satu sama lain, bahkan saling bertentangan. Pendekatan Klasik dan Neoklasik merupakan contoh yang tepat mengenai gejala menyebar tersebut. Pendekatan Klasik memfokuskan perhatian pada anatomi organisasi dan memandang manusia makhluk rasional yang tidak mempunyai aspek sosial, sedangkan Pendekatan Neoklasik justru mementingkan aspek sosial, tetapi kurang memperhatikan anatomi organisasi.






Oleh karena itu, bisa diduga bahwa berbagai pendekatan tersebut tidaklah mampu mencapai suatu kesatuan pandangan mengenai masalah organisasi. Hal ini menyebabkan solusi yang dirumuskan dalam analisis terhadap suatu permasalahan organisasi sering kali berbeda, tergantung jenis pendekatan yang digunakan.
Pendekatan Modern dipandang sebagai pendekatan yang mampu menyatukan keseluruhan pandangan dalam analisis organisasi. Pandangan ini munculnya diawali oleh suatu penelitian yang dilakukan oleh Joan Woodward pada tahun 1950-an terhadap 100 perusahaan manufaktur di daerah South Essex – Inggris11. Penelitian Woodward ini mencoba mempelajari penggunaan prinsip-prinsip manajemen klasik (seperti rentang kendali, dan rasio karyawan langsung terhadap karyawan tidak langsung dan penggunaannya pada berbagai perusahaan, untuk menemukan karakteristik organisasi dari perusahaan yang sukses.
Penelitian ini pada mulanya tidak berhasil menemukan ciri-ciri organisasi yang sukses tersebut. Tetapi, setelah Woodward mengelompokkan seluruh perusahaan menurut jenis teknologinya, barulah terlihat bahwa perusahaan yang sukses pada setiap kelompok teknologi, mempunyai karakteristik organisasi tertentu, yang berbeda dari perusahaan yang tidak sukses di kelompoknya maupun terhadap karakteristik organisasi perusahaan yang sukses dari kelompok teknologi yang lainnya.


11 Woodward, Joan : Industrial Organization : Theory and Practice,  London : Oxford University Press, 1965.




Dengan demikian, penelitian ini memperlihatkan bahwa jenis teknologi mempunyai pengaruh terhadap bentuk organisasi perusahaan, yang juga berarti bahwa untuk setiap jenis teknologi terdapat suatu bentuk organisasi tertentu yang sesuai.
 Hal ini berarti bahwa organisasi dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya, dan hanya organisasi yang bisa menyesuaikan diri (beradaptasi) secara tepat terhadap tuntutan lingkungan, yang akan dapat mencapai keberhasilannya. Oleh karena itu, bentuk dan cara pengelolaan organisasi haruslah disesuaikan dengan atau “tergantung” pada kondisi lingkungannya. Ketergantungan ini menyebabkan Pendekatan Modern kadang-kadang disebut juga sebagai pendekatan “ketergantungan” (contingency).
Penyesuaian ini bisa menuntut perubahan anatomi organisasi ataupun perubahan perilaku anggota organisasi sehingga seakan-akan mengintegrasikan Pendekatan Klasik dan Pendekatan Neoklasik. Penelitian Woodward segera diikuti oleh beberapa penelitian sejenis, yang keseluruhannya akhirnya menunjukkan bahwa selain jenis teknologi, terdapat juga berbagai aspek lainnya yang berpengaruh terhadap karakteristik organisasi, yaitu faktor-faktor lain yang terdapat dalam lingkungan organisasi12.



12 Lihat, misalnya Burns, Tom : Stalker, G.M. : The Management of Innovation, London, Tavistock, 1961, dan Lawrence, Paul R., Lorsch, Jay W. : Organization and Environment, Homewood, Irwin, 1969.

Pendekatan Modern mempunyai beberapa perbedaan yang mendasar jika dibandingkan dengan 2 pendekatan sebelumnya, yaitu berikut ini.
1.      Pendekatan Modern memandang organisasi sebagai suatu sistem terbuka, yang berarti bahwa organisasi merupakan bagian (subsistem) dari lingkungannya. Pendekatan-pendekatan sebelumnya selalu memandang organisasi sebagai suatu system tertutup yang tidak dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya.
2.      Keterbukaan dan ketergantungan organisasi terhadap lingkungannya menyebabkan bentuk organisasi perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan, dimana organisasi berada, yang berarti bahwa tidak ada bentuk organisasi ideal yang berlaku secara umum (universal) di sebarang tempat/kondisi.
Pendekatan lainnya (Klasik dan Neoklasik) karena tidak melihat keterbukaan organisasi, beranggapan bahwa bentuk organisasi yang ideal bisa berlaku secara umum, tanpa memperhatikan lingkungan, dimana organisasi itu berada. Oleh karena perhatiannya terhadap keterbukaan dan ketergantungan organisasi terhadap lingkungannya, Pendekatan Modern sering kali merupakan satu-satunya pendekatan yang mampu menjelaskan fenomena-fenomena nyata, yang terjadi di sekeliling kita. Hanya dengan Pendekatan Modern bisa dijelaskan, misalnya mengapa pada suatu lingkungan tertentu perusahaan yang mampu dan mau memberikan “uang pelicin” saja yang bisa berkembang dengan baik.
Contoh lain adalah pengelola program doktor di sebuah perguruan tinggi negeri yang terkenal merasa bahwa para calon doktor tidak terlalu tekun belajar, jarang berkonsultasi dengan pembimbing, dan jarang hadir di kampus. Padahal, ia menginginkan agar program tersebut bisa menelurkan para doktor yang bermutu, dinamis, dan mampu mengharumkan nama program yang ia pimpin. Oleh karena itu, program yang semula sudah terkenal membutuhkan waktu yang lama, mahal, dan juga sulit, semakin diperketat oleh para pengelola ini dengan memberlakukan kewajiban hadir yang lebih ketat di kampus. Hampir setiap hari para calon doktor ini harus hadir di kampus, baik untuk mengikuti kuliah wajib, bimbingan, seminar, dan berbagai kewajiban lainnya. Beberapa bulan kemudian, mulai terasa akibatnya. Banyak peserta program doktor itu yang memutuskan untuk mengundurkan diri (drop out), dan yang tersisa umumnya adalah ibu-ibu yang kebanyakan berprofesi sebagai pengajar di perguruan






tinggi, berusia setengah baya, dengan suami yang berpenghasilan cukup besar, dan anak-anaknya sudah dewasa. Tanpa disadari oleh pengelola program doktor itu, rupanya hanya ibu-ibu seperti ini yang masih bisa memenuhi persyaratan yang mereka berlakukan. Ibu-ibu ini tidak lagi harus membimbing anak-anaknya sepanjang waktu, tidak juga harus membantu suami mencari nafkah, dan sebagai pengajar di perguruan tinggi juga memenuhi persyaratan akademis untuk menjadi calon doktor sehingga mampu memenuhi keseluruhan butir persyaratan yang diberlakukan.

LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!

1)     Pemahaman mengenai cara berorganisasi berkembang secara bertahap dan semakin lengkap mulai dari Pendekatan Klasik, Pendekatan Neoklasik, dan Pendekatan Modern. Jelaskan fokus perhatian dari masing-masing pendekatan dan hubungannya satu sama lain.
2)     Berdasarkan pertanyaan butir 1, apakah ada pendekatan organisasi yang perlu dibuang dan tidak lagi digunakan karena sudah ”ketinggalan zaman”?
3)     Pada modul ini pendekatan mana yang kita pelajari?























Kegiatan Belajar 2
Acuan dalam Pembahasan Teori Organisasi
Pembahasan teori organisasi dalam tulisan ini terutama bertumpu pada pengertian organisasi menurut Pendekatan Modern. Hal ini terlihat pada definisi organisasi yang telah diberikan sebelumnya, dimana aspek lingkungan mendapatkan perhatian khusus.
Dalam hubungannya dengan lingkungan, tampak bahwa organisasi mengambil input dari lingkungannya; melakukan proses transformasi, yaitu mengubah input menjadi output, dan mengeluarkan output tersebut kepada lingkungan di luar organisasi.
Ini menunjukkan bahwa organisasi mempunyai ketergantungan ganda terhadap lingkungannya, dimana organisasi harus menemukan semua sumber (resources) yang dibutuhkannya dan juga sebagai tempat untuk melemparkan seluruh produk atau output organisasi13. Ketergantungan ini memaksa organisasi untuk berusaha menguasai dan menstabilkan lingkungannya, yaitu melalui usaha untuk mencapai posisi tertentu, dimana organisasi dapat mencapai transaksi timbal-balik yang harmonis dengan lingkungannya14.

A.   DIMENSI ORGANISASI
Dalam analisis terhadap suatu organisasi sering kali perlu ditemukan terlebih dahulu karakteristik organisasi. Penetapan karakteristik ini hanya dapat dilakukan jika sebelumnya telah diketahui dimensi-dimensi organisasi. Berdasarkan dimensi-dimensi itulah dapat dirumuskan karakteristik suatu organisasi.
Dimensi organisasi terdiri dari dimensi struktural dan kontekstual, yang masing-masing mempunyai sifat sebagai berikut.


1.      Dimensi Struktural
Menggambarkan  karakteristik  internal  organisasi,  dan  terdiri  dari
dimensi-dimensi berikut.
a.      Formalisasi
Menunjukkan tingkat penggunaan dokumen tertulis dalam organisasi, yang sebenarnya menggambarkan corak dari perilaku dan kegiatan organisasi.
b.      Spesialisasi
Menunjukkan derajat pembagian kerja/tugas dalam organisasi.
c.      Standarisasi
Menggambarkan derajat kesamaan cara/prosedur dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan organisasi.
d.      Sentralisasi
Menunjukkan corak pembagian kekuasaan menurut tingkatan (hierarki) dalam organisasi, antara lain dengan jenis keputusan yang boleh ditetapkan pada setiap tingkatan.
e.      Hierarki kekuasaan (otoritas)
Menggambarkan pola pembagian kekuasaan serta rentang kendali secara umum.
f.       Kompleksitas
Menunjukkan banyaknya kegiatan (subsistem) dalam organisasi dan terdiri dari berikut ini.
1)     Kompleksitas vertikal.
Menunjukkan jumlah tingkatan yang ada pada organisasi.
2)     Kompleksitas horizontal.
Menunjukkan pembagian kegiatan secara horizontal, yaitu menjadi bagian-bagian yang secara vertikal berada pada tingkatan yang sama.
g.      Profesionalisme.
Menyatakan tingkat pendidikan formal maupun tidak formal yang secara rata-rata dimiliki oleh anggota organisasi.
h.      Konfigurasi.
Menunjukkan bentuk pembagian anggota organisasi pada bagian-bagian organisasi, baik secara vertikal maupun horizontal.

2.      Dimensi Kontekstual
Menggambarkan karakteristik keseluruhan organisasi dan lingkungannya
yang terdiri dari berikut ini.
a.      Ukuran Organisasi.
Menunjukkan besarnya organisasi, yang sering kali dinyatakan dengan jumlah anggota (personel) organisasi.
b.      Teknologi Organisasi.
Menunjukkan jenis dan tingkatan teknologi yang digunakan pada fungsi produksi suatu organisasi.
c.      Lingkungan.
Menggambarkan keadaan seluruh elemen lingkungan yang terdapat di luar batas-batas organisasi, terutama yang pengaruhnya cukup kuat terhadap organisasi.


B.  TEORI ORGANISASI
Jika teori didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan ataupun fakta yang berlaku umum maka menurut pandangan Pendekatan Modern bisa dikatakan bahwa pengetahuan manusia tentang organisasi belumlah cukup memadai untuk dinyatakan sebagai teori. Rumusan Pendekatan Klasik, seperti rentang kendali yang ideal (antara 6 sampai 12 orang) ataupun aturan-aturan tentang hubungan antar manusia yang dirumuskan dalam Pendekatan Neoklasik, ternyata tidak satu pun yang bisa berlaku secara umum. Contohnya, di perusahaan assembling alat-alat elektronika bisa kita jumpai seorang mandor memimpin hingga 40 orang pekerja secara baik walaupun
rentang kendali sebesar itu melampaui batas ideal menurut Pendekatan Klasik.
Pendekatan Modern sendiri secara tegas menyatakan bahwa yang kita miliki saat ini bukanlah teori tentang organisasi, melainkan cara berpikir (way of thinking) mengenai organisasi, yaitu cara meninjau dan menganalisis organisasi secara lebih tepat dan mendalam. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan keteraturan (regularitas) sifat organisasi, yang hanya berlaku untuk suatu lingkungan atau situasi tertentu.
Dengan demikian, kumpulan fakta tersebut tidak dapat dipandang sebagai teori karena adanya sifat ketergantungan, yaitu kenyataan bahwa karakteristik dari fakta tersebut ternyata tergantung pada kondisi atau situasi, dimana organisasi berada.
Ketergantungan (contingency) inilah yang merupakan salah satu prinsip utama dari Pendekatan Modern. Prinsip ini, seperti telah dijelaskan sebelumnya, menyatakan adanya ketergantungan suatu karakteristik terhadap karakteristik lainnya sehingga suatu organisasi yang cocok untuk suatu kondisi belum tentu sesuai bagi keadaan lainnya, yang berarti bahwa tidak terdapat prinsip yang bisa berlaku secara umum pada semua organisasi, dan akhirnya menunjukkan bahwa apa yang dianggap sebagai Teori Organisasi ternyata belum memenuhi persyaratan untuk dinamakan “teori”.

1.      Beberapa Tingkatan dalam Analisis Organisasi
Menurut Pendekatan Modern, organisasi adalah bagian atau subsistem lingkungan yang sekaligus juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Pandangan tersebut menunjukkan bahwa lingkungan merupakan salah satu elemen penting yang harus diperhatikan dalam analisis organisasi. Biasanya, lingkunganlah yang mempengaruhi organisasi. Jarang sekali dijumpai (walaupun ada) organisasi yang sedemikian besar dan kuat sehingga mampu mempengaruhi lingkungannya. Dengan demikian, analisis terhadap organisasi haruslah dimulai dari tingkatan paling luar hingga tingkatan yang paling dalam, dimulai dengan meninjau kondisi lingkungannya, kemudian secara bertahap meninjau tingkatan-tingkatan yang lebih rendah dan berakhir dengan analisis terhadap kumpulan individu. Kesimpulannya, tingkatan yang perlu diperhatikan dalam meninjau permasalahan organisasi adalah sesuai urutan berikut.
a.      Lingkungan organisasi.
b.      Organisasi secara keseluruhan.
c.      Bagian-bagian organisasi.
d.      Kumpulan individu (group) yang terdapat dalam setiap bagian organisasi. Seperti diperlihatkan pada Gambar 1.2. berikut ini.






Gambar 1.2.



Arah Analisis Dalam Analisis Organisasi

Tampak bahwa dalam penjelasan tentang tingkatan analisis ini tidak terdapat pembahasan terhadap individu yang merupakan anggota organisasi. Analisis terhadap individu, secara khusus dinyatakan sebagai Analisis Perilaku, yaitu suatu pendekatan psikologis yang mempelajari motivasi kepemimpinan, dan berbagai aspek kepribadian individual lainnya. Cara berpikir semacam ini yang sebaiknya digunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam suatu organisasi walaupun misalnya permasalahan itu tampaknya hanya melibatkan sekumpulan individu ataupun suatu bagian dalam organisasi (Gambar 1.2.), terutama jika organisasi itu cukup rentan terhadap pengaruh-pengaruh dari lingkungannya.




C.      LINGKUP PEMBAHASAN

Tulisan ini memusatkan perhatian pembahasan organisasi secara makro. Pandangan makro beranggapan bahwa keberhasilan organisasi sangat tergantung pada kesesuaian adaptasinya terhadap kondisi lingkungannya, baik adaptasi yang menyangkut aspek-aspek eksternal maupun yang menyangkut masalah internal, termasuk bentuk organisasi. Oleh karena itu, menyusul setelah bagian Pendahuluan ini, akan dibahas secara berturut-turut, seperti berikut.
1.      Lingkungan, yaitu untuk menjelaskan cara “melihat” dan “mengukur” lingkungan, adanya bermacam-macam jenis lingkungan, dan pengaruh lingkungan terhadap organisasi.
2.      Efektivitas organisasi, yang menjelaskan cara-cara untuk mengukur keberhasilan organisasi, yang sesungguhnya menunjukkan kesesuaian antara organisasi terhadap lingkungannya, dan hubungan keberhasilan tersebut dengan sasaran maupun karakteristik organisasi.
3.      Berbagai aspek internal yang berpengaruh terhadap bentuk organisasi, yaitu Birokrasi, Ukuran, dan Pertumbuhan Organisasi, serta Teknologi.
4.      Setelah penjelasan mengenai berbagai aspek yang berpengaruh terhadap organisasi, barulah diberikan penjelasan mengenai bentuk ataupun struktur organisasi. Pembahasan mengenai bentuk organisasi didasarkan pada anggapan bahwa seluruh anggota organisasi mempunyai perilaku yang rasional. Dalam keadaan sebenarnya di lapangan, perancangan bentuk (desain) organisasi perlu memperhatikan perilaku anggota organisasi secara umum (sering kali disebut sebagai kultur atau budaya organisasi).

D.    PENUTUP
`Manusia adalah sistem yang rumit sehingga wajar jika perkembangan pemahaman mengenai teori organisasi ataupun ilmu-ilmu lain yang dimaksudkan untuk mengatur manusia, juga terjadi secara bertahap, dan semakin lama semakin lengkap. Dimulai dengan pendekatan yang memandang manusia sebagai alat, kemudian muncul kesadaran bahwa manusia adalah makhluk psikososial yang kenyamanan jiwanya dan lingkungan sosialnya sebagai anggota organisasi perlu mendapat perhatian,  dan akhirnya pendekatan terakhir memiliki pandangan bahwa organisasi adalah subsistem dari lingkungannya sehingga pengaturan yang dilakukan di dalam sebuah organisasi juga perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan luar yang melingkupinya.
Pada dasarnya, ketiga pendekatan itulah yang merupakan tonggak-tonggak utama dalam perkembangan teori organisasi. Di luar ketiga tonggak itu banyak temuan-temuan yang sifatnya merupakan perincian dari ketiga tonggak utama itu. Para peminat teori organisasi perlu mempelajari berbagai pendekatan itu dengan urutan yang benar sehingga akhirnya ia memiliki semacam “peta” yang bisa memberikan tuntunan untuk mengaitkan setiap masukan baru yang ia peroleh dengan ketiga tonggak utama tersebut. Tanpa “peta” yang memberikan pemahaman komprehensif, pandangan kita menjadi sempit sehingga tidak akan mampu melihat permasalahan organisasi secara lengkap dan cenderung hanya memfokuskan perhatian terhadap sebagian aspek saja dari organisasi itu12.
RANGKUMAN
Organisasi dipengaruhi oleh lingkungannya sehingga agar bisa berhasil maka organisasi perlu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungannya. Oleh karena itu, tidak ada aturan umum yang berlaku bagi semua organisasi. Kondisi terbaik bagi sebuah organisasi tergantung kepada kondisi lingkungan, dimana organisasi itu berada. Ketergantungan organisasi terhadap lingkungannya menyebabkan cara untuk menggambarkan karakteristik organisasi perlu menunjukkan bentuk organisasi tersebut dan juga kondisi organisasi itu relatif terhadap lingkungannya. Selain itu, ketergantungan ini juga menyebabkan cara untuk melakukan analisis terhadap permasalahan organisasi juga perlu memperhatikan apakah permasalahan tersebut sebenarnya muncul dari kondisi yang terdapat di luar organisasi

LATIHAN
1)     Apa sebabnya dikatakan bahwa organisasi memiliki ketergantungan ganda terhadap lingkungannya?
2)     Jelaskan hubungan antara prinsip ketergantungan (contingency) dengan kenyataan bahwa organisasi memiliki ketergantungan terhadap kondisi lingkungannya
3)     Jelaskan pemanfaatan dimensi struktural dan dimensi kontekstual dalam pemahaman mengenai suatu organisasi.

TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1)        Dimensi kontekstual yang menyatakan besarnya organisasi, diukur dengan ….
A.  omset total
B.   jumlah anggota organisasi
C.   jumlah kapital
D.  jumlah unit operasi organisasi
2)        Seorang konsultan yang selalu mengusulkan teknik yang sama untuk menyelesaikan setiap jenis masalah organisasi, mengabaikan ….
A.  dimensi struktural organisasi
B.   pengaruh lingkungan terhadap organisasi
C.   pengaruh kondisi internal organisasi
D.  bentuk organisasi
3)        Sebagian orang berpendapat bahwa Teori Organisasi belum bisa dianggap sebagai “teori”, dan lebih tepat dinyatakan sebagai “pendekatan” karena ….
A.  belum lengkap
B.   tidak berlaku umm
C.   hanya bisa menjelaskan sebagian masalah organisasi
D.  tidak memiliki ukuran kuantitatif
4)        Tingkat pendidikan rata-rata anggota organisasi merupakan bagian dari ….
             A. dimensi struktural organisasi
             B. dimensi kontekstual organisasi
             C. tingkat spesialisasi organisasi
             D. tingkat teknologi organisasi
5)        Banyak pihak atau bahan bacaan yang menyatakan bahwa rentang kendali terbaik adalah antara 6 hingga 12 orang. Pernyataan ini sesungguhnya diwarnai oleh ….
A.  teori klasik
B.   teori neo klasik
C.   teori modern
D.  jawaban A, B, dan C salah






Daftar Pustaka
Barnard, Chester I. (1983).The Functions of the Executive. Cambridge-Massachusetts: Harvard University Press.
Crozier, Michel; Friedberg, Erhard. (1977). L’Acteur et le Systeme, Paris: Editions du Seuil. Page: 112.
Davis, Ralph. (1951). The Fundamentals of Top Management. New York: Harper & Brothers Publishers.
Daft, Richard L. (1983). Organization Theory and Design, St. Paul-Minnesota, West Publishing Company. Page: 8.
Taylor, Frederick Winslow. (1919). The Principles of Scientific Management.Harper & Brothers Publishers.
Tosi, Henry L. (1975). Theories of Organization. St. Clair Press. Page: 1-2
 13Crozier, Michel; Friedberg, Erhard : L’Acteur et le Systeme, Paris : Editions du Seuil, 1977, hal : 112.
14Perrow, Charles : Organizational Analysis : A Sociological View, London : Tavistock Publications, 1970, hal : 55., Lawrence, Paul R : Lorsch, Jay W. : Developing Organizations : diagnosis and action, Addison-Wesley Publishing
Company, 1969, hal : 23-24.