Perkembangan Teori Organisasi
Dr. Ir. S.B. Hari Lubis
PENDAHULUAN
Jika
sekelompok individu menghadapi
pekerjaan yang sudah
terlalu besar untuk ditangani oleh satu
orang, lahirlah organisasi. Pekerjaan yang
besar itu dibagi-bagi.
Setiap individu mendapat
tugas mengerjakan sebagian dari
pekerjaan yang besar
tadi, sesuai kemampuannya
masing-masing. Pekerjaan yang terbagi-bagi kepada banyak individu itu,
kemudian perlu disatukan kembali
sehingga akhirnya lahirlah
organisasi. Cara membagi-bagi
pekerjaan yang besar tadi dan cara menyatukannya kembali, melahirkan ilmu
organisasi. Cara pembagian pekerjaan dan penyatuan hasil kerja individu
tertentu bisa menyebabkan organisasi menjadi lamban atau menjadi cepat, menjadi
terkontrol tapi lamban ataupun menjadi cepat, tetapi kurang terkendali, menjadi
boros, hemat, kaku, fleksibel, dan sebagainya.
Manusia purba biasa bekerja sendiri. Ia pergi ke
sungai mencari bebatuan untuk menjadi mata kapak, kemudian ke hutan mencari
tangkai pohon dan akar gantung. Batu diikatkan ke tangkai menggunakan akar
gantung tadi sehingga terciptalah kapak batu. Dengan kapak batu itu ia pergi
berburu, mencari kambing hutan. Dagingnya disantap, kulitnya dijadikan cawat,
tas, sepatu, dan tulang-tulangnya dijadikan sendok, kancing, dan laujn-lain.
Semua dilakukan sendiri, tanpa bantuan orang lain.
Di zaman pertengahan, corak kerja manusia mengalami
perubahan. Manusia tidak lagi harus mengusahakan sendiri semua kebutuhan
hidupnya. Sebagian kebutuhan diperoleh dari para spesialis yang memang
keahliannya dalam hal tertentu memang lebih tinggi dari rata-rata manusia
biasa, seperti tukang sepatu, tukang roti hingga ahli membuat rumah. Para
spesialis ini mengerjakan sendiri seluruh kegiatannya secara lengkap. Kegiatan
tukang sepatu, mulai dari memelihara kambing, menyembelih kambing, menguliti
dan menyamak kulit kambing, mengerjakan kulit kambing yang sudah disamak
menjadi sepatu hingga memasarkan sepatu yang sudah jadi, semua
dikerjakannya sendiri. Oleh karena itu, diperlukan
waktu magang bertahun-tahun sebelum seseorang bisa menjadi spesialis.
Di akhir zaman pertengahan ini, manusia berhasil
menciptakan mesin. Melihat potensinya, muncul keinginan untuk menggunakan mesin
ini untuk membantu pekerjaan manusia. Ternyata kegiatan manusia dan mesin baru
bisa digabungkan jika manusia hanya ditugasi menangani potongan-potongan kecil
(atom) kegiatan, seperti yang sering kita temukan di perusahaan-perusahaan
assembling di zaman modern ini. Keberhasilan ini mengubah secara drastis
peradaban manusia. Persyaratan tenaga kerja menjadi sangat mudah dipenuhi
karena tugasnya sedemikian sederhana sehingga persediaan tenaga kerja menjadi
melimpah. Pekerjaan dibagi-bagi menjadi potongan-potongan kecil sehingga untuk
pertama kalinya muncul organisasi produksi berukuran besar. Pada saat itulah
baru disadari bahwa pengetahuan serta keterampilan untuk mengelola organisasi
produksi berukuran besar belum dikuasai.
Oleh karena itu, boleh dikatakan bahwa keinginan
untuk mempelajari cara menangani organisasi produksi berukuran besar baru
timbul di akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20, dan di saat awal kemunculannya
diwarnai dengan pandangan yang menganggap tenaga kerja kurang penting, tidak
perlu dirawat dengan baik karena pada saat itu persediaan tenaga kerja sedang
melimpah.
Secara umum tujuan penulisan modul ini ialah untuk
menjelaskan kepada Anda bahwa ada berbagai teori organisasi yang masing-masing
dengan pendekatan tersendiri serta kebaikan dan kekurangan.
Secara khusus setelah mempelajari modul ini dengan
baik Anda diharapkan dapat menjelaskan:
1.
pengertian
organisasi;
2.
riwayat
singkat munculnya organisasi;
3.
beberapa
pendekatan dalam teori organisasi;
4.
teori
organisasi;
5.
beberapa
tingkatan dalam analisis organisasi
|
Kegiatan
Belajar 1
Definisi
Organisasi
Organisasi adalah sesuatu yang
abstrak, tidak dapat dilihat maupun diraba, tetapi selalu kita rasakan eksistensinya,
hampir dalam semua aspek
kehidupan. Sebagai warga negara misalnya, kita rasakan adanya berbagai peraturan,
seperti keharusan memiliki kartu penduduk, kewajiban membayar pajak, dan aturan
lainnya, yang menunjukkan adanya organisasi yang melingkupi dan mengatur peri
kehidupan kita walaupun kita sendiri tidak dapat melihat ataupun meraba
organisasi yang mengeluarkan berbagai peraturan tersebut.
Karena
sifatnya yang abstrak menyebabkan organisasi bisa didefinisikan dengan
macam-macam cara. Barnard mendefinisikan organisasi sebagai kumpulan individu
yang terkoordinasi secara sadar sehingga bisa juga dinyatakan sebagai suatu
sistem yang terdiri dari berbagai kegiatan yang saling berhubungan1. Davis
mendefinisikan organisasi sebagai kelompok individu, yang bekerja sama di bawah
seorang pimpinan, untuk mencapai suatu tujuan tertentu2.
Definisi Davis berbeda dari definisi sebelumnya, yaitu memberikan penekanan
khusus mengenai adanya “tujuan” suatu organisasi. Hampir semua literatur
memberikan definisi yang berlainan, baik karena adanya penggunaan kata-kata
yang berbeda maupun karena adanya penekanan khusus pada aspek-aspek tertentu,
seperti pada definisi Davis.
1
Barnard, Chester I. : The
Functions of the Executive. Cambridge – Massachusetts, Harvard University
Press, 1938.
2
Davis, Ralph : The Fundamentals of
Top Management. New York, Harper & Brothers Publishers, 1951.
Perkembangan selanjutnya
menekankan keterkaitan organisasi terhadap aspek sosial, yaitu sebagai akibat
dari adanya interaksi kelompok-kelompok manusia yang terdapat dalam organisasi.
Perkembangan lainnya memberikan perhatian khusus akan adanya hubungan
organisasi dengan lingkungannya.
Dari
keseluruhan perkembangan tersebut akhirnya ditarik kesimpulan bahwa organisasi
dapat didefinisikan sebagai berikut.
Suatu kesatuan sosial dari sekelompok individu (orang), yang
saling berinteraksi menurut suatu pola yang terstruktur dengan cara tertentu
sehingga setiap anggota organisasi mempunyai tugas dan fungsinya masing-masing,
dan sebagai suatu kesatuan mempunyai tujuan tertentu, dan juga mempunyai
batas-batas yang jelas sehingga Organisasi dapat dipisahkan secara tegas dari
lingkungannya3.
BEBERAPA
PENDEKATAN DALAM TEORI ORGANISASI
Sifat abstrak suatu organisasi,
dan keterkaitannya dengan aspek sosial, seperti dinyatakan sebelumnya,
menyebabkan tinjauan terhadap teori organisasi menjadi sangat luas dan
menyangkut berbagai aspek yang berbeda. Akibatnya, studi tentang organisasi
juga bisa dilakukan menurut berbagai sudut pandang yang berlainan, sesuai
dengan aspek khusus atau dimensi organisasi yang mendapatkan perhatian lebih
dalam setiap jenis analisis.
Sebagai akibat dari kondisi itu,
muncul bermacam-macam orientasi dalam teori organisasi, yang masing-masing
dipengaruhi oleh cara yang digunakan dalam meninjau permasalahan organisasi.
3
Daft,
Richard L. : Organization Theory and
Design, St. Paul – Minnesota, West Publishing Company, 1983, hal 8.
Stogdill mengidentifikasikan
tidak kurang dari 18 jenis orientasi dalam analisis organisasi, antara lain
yang memandang organisasi sebagai produk kebudayaan, sebagai agen dalam proses
pertukaran dengan lingkungan, sebagai sistem yang terdiri dari struktur fungsi,
sebagai suatu struktur kegiatan, sebagai kumpulan dari fungsi-fungsi dinamis,
sebagai sistem yang melakukan proses, sebagai sistem input-output atau sebagai
struktur yang merupakan kumpulan beberapa kelompok orang (group).
Pandangan lain lebih memberikan
perhatian pada perilaku kelompok dalam organisasi, mempelajari interaksi
kelompok-kelompok dengan organisasi ataupun mempelajari interaksi yang terjadi
antarkelompok4.
Adanya berbagai orientasi
tersebut menjadikan teori organisasi sukar dipelajari secara lengkap. Sulit
sekali memperoleh pengetahuan yang cukup mendalam mengenai keseluruhan
orientasi tersebut hanya dari satu atau sejumlah kecil bahan bacaan walaupun
memang ada penulis yang mencoba menyajikannya dalam satu buku saja. Oleh karena
itu, pemahaman mengenai keseluruhan orientasi hanya bisa dilakukan dengan
mempelajari, satu demi satu, literatur-literatur asli yang mewakili
setiap jenis orientasi. Dan, seandainya hal itu dilakukan, ternyata masih
diperlukan adanya renungan yang cukup dalam untuk dapat memahami saling
keterkaitan antara berbagai orientasi tersebut. Setelah itu, barulah diperoleh
gambaran lengkap mengenai kerangka keseluruhan teori organisasi, dan juga
pengertian yang jelas mengenai posisi ataupun peran setiap orientasi dalam
kerangka keseluruhan tersebut5.
4. Tosi, Henry L. : Theories of Organization, St. Clair Press, 1975, hal : 1-2
5 Kenyataan ini menunjukkan
bahwa setiap kali membaca literatur tentang Organisasi, perlu segera
diidentifikasikan jenis “aliran” yang menjadi dasar penulisan literatur
tersebut. Sayangnya, jarang sekali penulis buku tentang Organisasi, terutama di
Indonesia, yang secara jelas menunjukkan jenis aliran yang mendasari
tulisannya.
Kerangka keseluruhan teori
organisasi seharusnya merupakan suatu kerangka yang merupakan kumpulan beberapa
kelompok orientasi, dimana beberapa orientasi yang saling berkaitan erat dikumpulkan
menjadi satu kelompok. Selanjutnya, kelompok-kelompok orientasi yang saling
berdekatan disatukan menjadi suatu aliran utama dalam teori organisasi.
Banyaknya orientasi yang muncul
dalam teori organisasi menyebabkan cara menyatakan kerangka keseluruhan juga
berbeda-beda. Kerangka yang dirumuskan oleh Tosi, misalnya mengelompokkan
berbagai orientasi dalam Pendekatan Klasik, pendekatan yang menganggap
organisasi sebagai suatu sistem sosial, pendekatan struktur, pendekatan
teknologi, pendekatan adaptif, dan pendekatan organisasi integral6.
Dalam tulisan ini, pengelompokan
berbagai orientasi tersebut dinyatakan dengan cara yang lebih sederhana, sesuai
kurun waktu pemunculannya, yaitu Pendekatan Klasik, Pendekatan Neoklasik, dan
Pendekatan Modern7, yang memang kurun
waktu pemunculannya berurutan. Walaupun pengelompokan ini berdasarkan kurun
waktu pemunculan, tidaklah berarti bahwa antara berbagai orientasi yang
membentuk suatu jenis pendekatan terjadi silang pendapat. Berbagai orientasi
yang muncul pada kurun waktu yang sama ternyata memang mempunyai dasar
pemikiran yang saling berkaitan, sesuai dengan “trend” pemikiran dan perhatian
pada kurun waktu tersebut.
6 Tosi, Henry L. : op cit
7 Pengelompokan semacam ini pernah dimunculkan
oleh William G. Scott : Organization
Theory, Journal of the Academy of Management, vol. 4, no. 1, April 1961, hal 7-26, yang mencoba
mengelompokkan berbagai orientasi yang muncul hingga tahun 1961, saat artikel
itu diterbitkan. Melengkapi pengelompokan menurut Scott, dalam tulisan ini
salah satu pendekatan merupakan pengelompokan berbagai orientasi yang muncul
setelah tahun 1961.
1. Pendekatan
Klasik
Munculnya Pendekatan
Klasik dalam teori
organisasi diilhami oleh beberapa konsep pemikiran yang
dikemukakan oleh Frederick Winslow Taylor (1856-1915), yang ia rumuskan
berdasarkan pengalaman kerjanya pada perusahaan baja Bethlehem Steel di Amerika8. Taylor adalah seorang insinyur yang mendapat
tugas memimpin dan meningkatkan produktivitas dari sejumlah besar karyawan
pelaksana. Oleh karena itu, dari pengalamannya tersebut, muncul pemikiran
Taylor yang sesungguhnya bukan menyangkut organisasi, tetapi cenderung membahas
pengaturan cara bekerja, khususnya bagi pekerja pelaksana (seperti
tukang-tukang, dan operator mesin), dan mencoba merumuskan cara (gerakan) kerja
baku yang paling efisien, berdasarkan pemikiran berikut .
Pertama, setiap jenis pekerjaan dapat dianalisis secara
ilmiah (scientific) untuk menemukan
cara terbaik dalam pelaksanaannya (yang disebut one best way), berupa
metode kerja baku yang paling efisien, yang mampu memberikan hasil yang maksimal. Adanya metode kerja baku yang
paling efisien ini membuka kesempatan untuk menetapkan pekerja yang paling
sesuai untuk setiap jenis pekerjaan.
Kedua, cara
atau metode kerja baku ini belum tentu sesuai dengan keinginan pekerja, tetapi pekerja bisa dirangsang dengan imbalan
finansial agar bersedia menjalankannya, yang berarti bahwa pandangan ini
menganggap para pekerja bersifat “rasional”, bersedia mengerjakan sesuatu yang
sebenarnya tidak mereka sukai asalkan mendapat imbalan finansial yang memadai.
8 Taylor,
Frederick Winslow : The Principles of
Scientific Management, Harper & Brothers Publishers, 1919.
Oleh karena pekerja pelaksana diharapkan memberikan
hasil yang maksimal maka dalam pendekatan Taylor ini para pekerja tersebut
secara khusus hanya ditugaskan untuk mengerjakan pekerjaan pelaksanaan saja dan
dibebaskan dari tugas lain (seperti merencanakan metode kerja, atau membuat
rencana kerja). Kekhususan (spesialisasi) tersebut diharapkan akan dapat
membebaskan para pekerja pelaksana dari keharusan “membagi” perhatian terhadap
hal-hal lain di luar tugas pelaksanaan sehingga mereka bisa lebih produktif. Adanya
metode kerja baku juga memberikan keuntungan, yaitu membuka kesempatan untuk
menetapkan waktu baku bagi penyelesaian suatu tugas.
Jika seorang
pekerja baku bekerja dengan menggunakan metode kerja yang juga baku, akan
diketahui waktu baku yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Dengan
demikian, jika jenis dan volume pekerjaan yang perlu diselesaikan telah
diketahui, dan juga diketahui kapasitas pekerja baku (yang dinyatakan dengan
waktu baku yang dibutuhkan oleh pekerja baku untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan) maka dapat ditentukan jenis dan jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut, dan juga pendistribusian para pekerja
tersebut dalam organisasi. Jika jenis dan jumlah pekerja tersebut dapat
dinyatakan sebagai organisasi maka dapatlah dinyatakan sebagai berikut.
Organisasi
|
Volume pekerjaan yang perlu
diselesaikan
|
|
kapasitas kerja baku
|
||
Konsep
Taylor ini pada mulanya banyak sekali mendapatkan tantangan, baik dari pihak
manajemen maupun dari pihak pekerja. Keberatan pihak manajemen bertalian dengan
cara pelaksanaan analisis ilmiah terhadap pekerjaan, yang sering kali
dilaksanakan oleh sekelompok analis tanpa mempertimbangkan pendapat para
manajer mengenai metode kerja yang sebaiknya digunakan.
Keberatan
pihak pekerja terjadi karena mereka merasa diperlakukan secara kurang
manusiawi, yaitu karena merasa dipaksa bekerja dengan cara yang belum tentu
mereka sukai. Selain itu para pekerja juga keberatan karena penghematan biaya
yang diperoleh dari penggunaan metode kerja baku tersebut sering kali tidak
didistribusikan kepada para pekerja dan dianggap hanya menjadi tambahan
keuntungan bagi pihak pemilik perusahaan.
Tampak bahwa konsep yang
dikembangkan oleh Taylor ini bukanlah suatu pembahasan mengenai organisasi,
tetapi lebih terfokus pada pengaturan kerja, terutama di tingkat pelaksana,
dengan tujuan untuk memperoleh performansi kerja yang terbaik. Walaupun
demikian, konsep ini secara implisit ternyata berpengaruh terhadap bentuk
(anatomi) organisasi dan juga pengorganisasian, misalnya berikut ini.
a.
Penegasan
mengenai perlunya keseimbangan antara tanggung jawab dan wewenang yang terdapat
pada suatu jenis pekerjaan.
b.
Pemisahan
tugas-tugas yang berbeda dan pengelompokan tugas-tugas yang sejenis, yang selanjutnya
dikenal sebagai pengorganisasian secara
“fungsional”, dan adanya
“spesialisasi” tugas dalam organisasi.
c.
Memperkenalkan
penggunaan standar, baik untuk metode kerja maupun yang menyangkut waktu kerja
sehingga bisa digunakan untuk mengontrol performansi kerja karyawan.
d.
Adanya
standar membuka kesempatan untuk menetapkan, secara adil, upah maupun upah
perangsang, sebagai alat untuk memotivasi pekerja.
Konsep
Taylor ini banyak yang serupa dengan model organisasi birokratis yang
dikembangkan oleh Max Weber. Kesamaan terutama terjadi pada anggapan yang
digunakan bahwa manusia merupakan makhluk rasional, yang tertuang dalam
berbagai aturan maupun prosedur rasional dalam cara pengorganisasian.
Konsep Taylor terutama membahas
pengaturan di tingkat pelaksana, kemudian berkembang beberapa teori yang
sifatnya lebih “makro” yang memusatkan perhatian pada pengaturan organisasi
secara keseluruhan. Seperti konsep Taylor, teori birokrasi ini juga didasarkan
pada anggapan tentang rasionalitas manusia dan memusatkan perhatian pada
struktur formal organisasi dan proses yang terjadi di dalam organisasi
tersebut.
Kumpulan teori tersebut diawali
dengan tulisan Henry Fayol yang dianggap sebagai pelopor teori manajemen.
Proses manajemen menurut Fayol terdiri dari lima elemen utama, yaitu
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, koordinasi, dan pengendalian.
Proses-proses ini dijalankan dengan berpegang pada sekumpulan prinsip yang
merupakan acuan pelaksanaan bersifat rasional.
Selanjutnya, muncul beberapa nama
lain yang mencoba mengembangkan prinsip-prinsip Fayol tersebut, terutama Luther
Gulick dan Lyndal Urwick. Selain itu, muncul pula nama Mary Parker Follett,
dengan pendekatan yang agak berlainan, yaitu dengan perhatiannya secara khusus
terhadap aspek sosiologis dan psikologis dalam proses manajemen. Pendekatan ini
disebut sebagai Administrative Design
Theory yang sering dianggap sebagai “jembatan” yang menghubungkan
pendekatan organisasi Klasik dengan Pendekatan Neoklasik yang bertumpu pada
aspek hubungan antar manusia dalam suatu organisasi9.
2. Pendekatan
Neoklasik
Pendekatan ini muncul dari
serangkaian percobaan yang dilaksanakan
oleh Elton Mayo dan kelompoknya antara tahun 1927
hingga 1932 pada pabrik Hawthorne milik perusahaan elektronika Western Electric
Company di Amerika10. Rangkaian percobaan ini sesungguhnya didasari
oleh prinsip-prinsip Taylor walaupun hasilnya ternyata menunjukkan kesimpulan
yang bertolak belakang dengan prinsip-prinsip Taylor tersebut.
10 Kast, Fremont E, Rozensweig, James E. : op cit,
hal : 80-81
Salah satu percobaan dilakukan
untuk mempelajari pengaruh kondisi fisik tempat bekerja terhadap prestasi
pekerja. Pada awalnya, kondisi fisik yang diteliti adalah kuat penerangan
ruangan kerja. Beberapa pekerja wanita yang tugasnya melakukan assembling komponen elektronik,
ditempatkan pada sebuah ruang kerja khusus yang kuat penerangannya bisa diatur.
Para pekerja ini sebelumnya bekerja di sebuah ruangan besar dengan ratusan
pekerja wanita lainnya. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa prestasi pekerja
selalu meningkat walaupun kuat penerangan di tempat kerja berubah, baik menjadi
lebih terang ataupun menjadi lebih gelap.
Secara tidak sengaja, percobaan
ini menunjukkan bahwa selain pengaruh kondisi fisik ruangan, juga ada faktor
lain yang mempengaruhi prestasi pekerja, yaitu ikatan sosial. Ikatan sosial
mempengaruhi prestasi pekerja, karena mereka dipisahkan menjadi kelompok kecil
dan ditempatkan pada sebuah ruang kerja khusus, terpisah dari para pekerja assembling lainnya. Ikatan sosial yang
terjadi, kemudian berkembang menjadi solidaritas kelompok sehingga semua
pekerja berusaha bekerja dengan prestasi yang baik agar tidak mengecewakan
ataupun memalukan kelompoknya.
Percobaan Hawthorne ini segera
diikuti dengan percobaan-percobaan lain yang sejenis, yang akhirnya melahirkan
Pendekatan Neoklasik atau disebut juga pendekatan Human Relations karena perhatiannya bertumpu pada aspek hubungan
antar manusia dalam organisasi.
Pendekatan ini berpegang pada
beberapa prinsip berikut.
a.
Organisasi
adalah suatu sistem sosial, dimana hubungan antara anggotanya merupakan interaksi
sosial.
b.
Interaksi
sosial ini menyebabkan munculnya kelompok non-formal organisasi, yang memiliki
norma tersendiri yang berlaku dan merupakan pegangan bagi seluruh anggota
kelompok. Norma ini berpengaruh terhadap sikap maupun prestasi para anggota
kelompok.
c.
Interaksi
sosial antara anggota organisasi bisa dan perlu diarahkan agar pengaruhnya
bersifat positif bagi individu maupun kelompok. Oleh karena itu, diperlukan
saluran komunikasi yang efektif untuk mengarahkan interaksi sosial tersebut,
sebab kelompok-kelompok non-formal bisa saja mempunyai tujuan yang berbeda dari
kepentingan organisasi.
Oleh karena beberapa alasan
tersebut, dalam organisasi diperlukan pemimpin yang selain memperhatikan
struktur formal, juga mempunyai perhatian terhadap aspek psikososial.
Diperlukan keterampilan sosial di samping keterampilan teknis agar mampu
membina munculnya ikatan sosial yang sehat dalam organisasi. Dari penjelasan
tersebut tampak bahwa perhatian Pendekatan Neoklasik terfokus pada aspek
hubungan antarmanusia dalam organisasi, dan kurang memperhatikan struktur
pembagian tugas, tanggung jawab, dan wewenang ataupun secara lebih luas anatomi
organisasi. Hal ini sering kali dipandang sebagai kelemahan utama Pendekatan
Neoklasik.
3. Pendekatan
Modern
Setelah
munculnya Pendekatan Neoklasik,
tampak bahwa teori organisasi mempunyai kecenderungan
“menyebar”. Pendekatan-pendekatan yang ada hingga masa itu sering kali tidak
ada hubungannya satu sama lain, bahkan saling bertentangan. Pendekatan Klasik
dan Neoklasik merupakan contoh yang tepat mengenai gejala menyebar tersebut.
Pendekatan Klasik memfokuskan perhatian pada anatomi organisasi dan memandang
manusia makhluk rasional yang tidak mempunyai aspek sosial, sedangkan
Pendekatan Neoklasik justru mementingkan aspek sosial, tetapi kurang
memperhatikan anatomi organisasi.
Oleh karena itu, bisa diduga
bahwa berbagai pendekatan tersebut tidaklah mampu mencapai suatu kesatuan
pandangan mengenai masalah organisasi. Hal ini menyebabkan solusi yang
dirumuskan dalam analisis terhadap suatu permasalahan organisasi sering kali
berbeda, tergantung jenis pendekatan yang digunakan.
Pendekatan Modern dipandang
sebagai pendekatan yang mampu menyatukan keseluruhan pandangan dalam analisis
organisasi. Pandangan ini munculnya diawali oleh suatu penelitian yang
dilakukan oleh Joan Woodward pada tahun 1950-an terhadap 100 perusahaan
manufaktur di daerah South Essex – Inggris11.
Penelitian Woodward ini mencoba mempelajari penggunaan prinsip-prinsip
manajemen klasik (seperti rentang kendali, dan rasio karyawan langsung terhadap
karyawan tidak langsung dan penggunaannya pada berbagai perusahaan, untuk
menemukan karakteristik organisasi dari perusahaan yang sukses.
Penelitian ini pada mulanya tidak
berhasil menemukan ciri-ciri organisasi yang sukses tersebut. Tetapi, setelah
Woodward mengelompokkan seluruh perusahaan menurut jenis teknologinya, barulah
terlihat bahwa perusahaan yang sukses pada setiap kelompok teknologi, mempunyai
karakteristik organisasi tertentu, yang berbeda dari perusahaan yang tidak
sukses di kelompoknya maupun terhadap karakteristik organisasi perusahaan yang
sukses dari kelompok teknologi yang lainnya.
11 Woodward, Joan : Industrial
Organization : Theory and Practice, London
: Oxford University Press, 1965.
Dengan
demikian, penelitian ini memperlihatkan bahwa jenis teknologi mempunyai
pengaruh terhadap bentuk organisasi perusahaan, yang juga berarti bahwa untuk
setiap jenis teknologi terdapat suatu bentuk organisasi tertentu yang sesuai.
Hal ini berarti bahwa organisasi dipengaruhi
oleh keadaan lingkungannya, dan hanya organisasi yang bisa menyesuaikan diri
(beradaptasi) secara tepat terhadap tuntutan lingkungan, yang akan dapat
mencapai keberhasilannya. Oleh karena itu, bentuk dan cara pengelolaan
organisasi haruslah disesuaikan dengan atau “tergantung” pada kondisi
lingkungannya. Ketergantungan ini menyebabkan Pendekatan Modern kadang-kadang
disebut juga sebagai pendekatan “ketergantungan” (contingency).
Penyesuaian ini bisa menuntut perubahan anatomi
organisasi ataupun perubahan perilaku anggota organisasi sehingga seakan-akan
mengintegrasikan Pendekatan Klasik dan Pendekatan Neoklasik. Penelitian
Woodward segera diikuti oleh beberapa penelitian sejenis, yang keseluruhannya
akhirnya menunjukkan bahwa selain jenis teknologi, terdapat juga berbagai aspek
lainnya yang berpengaruh terhadap karakteristik organisasi, yaitu faktor-faktor
lain yang terdapat dalam lingkungan organisasi12.
12 Lihat, misalnya Burns, Tom :
Stalker, G.M. : The Management of Innovation, London, Tavistock, 1961, dan
Lawrence, Paul R., Lorsch, Jay W. : Organization and Environment, Homewood,
Irwin, 1969.
Pendekatan
Modern mempunyai beberapa perbedaan yang mendasar jika dibandingkan dengan 2
pendekatan sebelumnya, yaitu berikut ini.
1.
Pendekatan
Modern memandang organisasi sebagai suatu sistem terbuka, yang berarti bahwa
organisasi merupakan bagian (subsistem) dari lingkungannya. Pendekatan-pendekatan
sebelumnya selalu memandang organisasi sebagai suatu system tertutup yang tidak
dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya.
2.
Keterbukaan
dan ketergantungan organisasi terhadap lingkungannya menyebabkan bentuk
organisasi perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan, dimana organisasi
berada, yang berarti bahwa tidak ada bentuk organisasi ideal yang berlaku
secara umum (universal) di sebarang tempat/kondisi.
tinggi, berusia setengah baya, dengan suami yang
berpenghasilan cukup besar, dan anak-anaknya sudah dewasa. Tanpa disadari oleh
pengelola program doktor itu, rupanya hanya ibu-ibu seperti ini yang masih bisa
memenuhi persyaratan yang mereka berlakukan. Ibu-ibu ini tidak lagi harus
membimbing anak-anaknya sepanjang waktu, tidak juga harus membantu suami
mencari nafkah, dan sebagai pengajar di perguruan tinggi juga memenuhi
persyaratan akademis untuk menjadi calon doktor sehingga mampu memenuhi
keseluruhan butir persyaratan yang diberlakukan.
LATIHAN
Untuk
memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan
berikut!
1)
Pemahaman
mengenai cara berorganisasi berkembang secara bertahap dan semakin lengkap
mulai dari Pendekatan Klasik, Pendekatan Neoklasik, dan Pendekatan Modern.
Jelaskan fokus perhatian dari masing-masing pendekatan dan hubungannya satu
sama lain.
2)
Berdasarkan
pertanyaan butir 1, apakah ada pendekatan organisasi yang perlu dibuang dan
tidak lagi digunakan karena sudah ”ketinggalan zaman”?
3)
Pada
modul ini pendekatan mana yang kita pelajari?
Kegiatan Belajar 2
Acuan dalam Pembahasan Teori Organisasi
Pembahasan teori organisasi dalam
tulisan ini terutama bertumpu pada pengertian organisasi menurut Pendekatan
Modern. Hal ini terlihat pada definisi
organisasi yang telah diberikan sebelumnya, dimana aspek lingkungan mendapatkan
perhatian khusus.
Dalam hubungannya dengan
lingkungan, tampak bahwa organisasi mengambil input dari lingkungannya;
melakukan proses transformasi, yaitu mengubah input menjadi output, dan
mengeluarkan output tersebut kepada lingkungan di luar organisasi.
Ini menunjukkan bahwa organisasi
mempunyai ketergantungan ganda terhadap lingkungannya, dimana organisasi harus
menemukan semua sumber (resources) yang dibutuhkannya dan juga sebagai tempat
untuk melemparkan seluruh produk atau output
organisasi13. Ketergantungan ini memaksa organisasi untuk berusaha
menguasai dan menstabilkan lingkungannya, yaitu melalui usaha untuk mencapai
posisi tertentu, dimana organisasi dapat mencapai transaksi timbal-balik yang
harmonis dengan lingkungannya14.
A. DIMENSI ORGANISASI
Dalam analisis terhadap suatu organisasi sering
kali perlu ditemukan terlebih dahulu karakteristik organisasi. Penetapan
karakteristik ini hanya dapat dilakukan jika sebelumnya telah diketahui
dimensi-dimensi organisasi. Berdasarkan dimensi-dimensi itulah dapat dirumuskan
karakteristik suatu organisasi.
Dimensi
organisasi terdiri dari dimensi struktural dan kontekstual, yang masing-masing
mempunyai sifat sebagai berikut.
1. Dimensi
Struktural
Menggambarkan karakteristik
internal organisasi, dan terdiri dari
dimensi-dimensi berikut.
a.
Formalisasi
Menunjukkan tingkat penggunaan dokumen tertulis
dalam organisasi, yang sebenarnya menggambarkan corak dari perilaku dan
kegiatan organisasi.
b.
Spesialisasi
Menunjukkan derajat pembagian kerja/tugas dalam organisasi.
c.
Standarisasi
Menggambarkan derajat kesamaan cara/prosedur dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan organisasi.
d.
Sentralisasi
Menunjukkan corak pembagian kekuasaan menurut
tingkatan (hierarki) dalam organisasi, antara lain dengan jenis keputusan yang
boleh ditetapkan pada setiap tingkatan.
e.
Hierarki
kekuasaan (otoritas)
Menggambarkan pola pembagian kekuasaan serta
rentang kendali secara umum.
f.
Kompleksitas
Menunjukkan banyaknya kegiatan (subsistem) dalam
organisasi dan terdiri dari berikut ini.
1)
Kompleksitas
vertikal.
Menunjukkan jumlah tingkatan yang
ada pada organisasi.
2)
Kompleksitas
horizontal.
Menunjukkan pembagian kegiatan
secara horizontal, yaitu menjadi bagian-bagian yang secara vertikal berada pada
tingkatan yang sama.
g.
Profesionalisme.
Menyatakan tingkat pendidikan formal maupun tidak
formal yang secara rata-rata dimiliki oleh anggota organisasi.
h.
Konfigurasi.
Menunjukkan bentuk pembagian anggota organisasi
pada bagian-bagian organisasi, baik secara vertikal maupun horizontal.
2. Dimensi
Kontekstual
Menggambarkan
karakteristik keseluruhan organisasi dan lingkungannya
yang
terdiri dari berikut ini.
a.
Ukuran
Organisasi.
Menunjukkan besarnya organisasi, yang sering kali
dinyatakan dengan jumlah anggota (personel) organisasi.
b.
Teknologi
Organisasi.
Menunjukkan jenis dan tingkatan teknologi yang
digunakan pada fungsi produksi suatu organisasi.
c.
Lingkungan.
Menggambarkan keadaan seluruh elemen lingkungan
yang terdapat di luar batas-batas organisasi, terutama yang pengaruhnya cukup
kuat terhadap organisasi.
B. TEORI
ORGANISASI
Jika teori didefinisikan sebagai kumpulan
pengetahuan ataupun fakta yang berlaku umum maka menurut pandangan Pendekatan
Modern bisa dikatakan bahwa pengetahuan manusia tentang organisasi belumlah
cukup memadai untuk dinyatakan sebagai teori. Rumusan Pendekatan Klasik,
seperti rentang kendali yang ideal (antara 6 sampai 12 orang) ataupun
aturan-aturan tentang hubungan antar manusia yang dirumuskan dalam Pendekatan
Neoklasik, ternyata tidak satu pun yang bisa berlaku secara umum. Contohnya, di
perusahaan assembling alat-alat
elektronika bisa kita jumpai seorang mandor memimpin hingga 40 orang pekerja
secara baik walaupun
rentang kendali sebesar itu melampaui batas ideal
menurut Pendekatan Klasik.
Pendekatan Modern sendiri secara tegas menyatakan
bahwa yang kita miliki saat ini bukanlah teori tentang organisasi, melainkan
cara berpikir (way of thinking)
mengenai organisasi, yaitu cara meninjau dan menganalisis organisasi secara
lebih tepat dan mendalam. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan keteraturan (regularitas) sifat organisasi, yang
hanya berlaku untuk suatu lingkungan atau situasi tertentu.
Dengan demikian, kumpulan fakta tersebut tidak
dapat dipandang sebagai teori karena adanya sifat ketergantungan, yaitu
kenyataan bahwa karakteristik dari fakta tersebut ternyata tergantung pada
kondisi atau situasi, dimana organisasi berada.
Ketergantungan (contingency)
inilah yang merupakan salah satu prinsip utama dari Pendekatan Modern. Prinsip
ini, seperti telah dijelaskan sebelumnya, menyatakan adanya ketergantungan
suatu karakteristik terhadap karakteristik lainnya sehingga suatu organisasi
yang cocok untuk suatu kondisi belum tentu sesuai bagi keadaan lainnya, yang
berarti bahwa tidak terdapat prinsip yang bisa berlaku secara umum pada semua
organisasi, dan akhirnya menunjukkan bahwa apa yang dianggap sebagai Teori
Organisasi ternyata belum memenuhi persyaratan untuk dinamakan “teori”.
Menurut Pendekatan Modern, organisasi adalah bagian
atau subsistem lingkungan yang sekaligus juga dipengaruhi oleh lingkungannya.
Pandangan tersebut menunjukkan bahwa lingkungan merupakan salah satu elemen
penting yang harus diperhatikan dalam analisis organisasi. Biasanya,
lingkunganlah yang mempengaruhi organisasi. Jarang sekali dijumpai (walaupun
ada) organisasi yang sedemikian besar dan kuat sehingga mampu mempengaruhi
lingkungannya. Dengan demikian, analisis terhadap organisasi haruslah dimulai
dari tingkatan paling luar hingga tingkatan yang paling dalam, dimulai dengan
meninjau kondisi lingkungannya, kemudian secara bertahap meninjau
tingkatan-tingkatan yang lebih rendah dan berakhir dengan analisis terhadap
kumpulan individu. Kesimpulannya, tingkatan yang perlu diperhatikan dalam
meninjau permasalahan organisasi adalah sesuai urutan berikut.
a.
Lingkungan
organisasi.
b.
Organisasi
secara keseluruhan.
c.
Bagian-bagian
organisasi.
d.
Kumpulan
individu (group) yang terdapat dalam
setiap bagian organisasi. Seperti diperlihatkan pada Gambar 1.2. berikut ini.
Gambar 1.2.
Arah Analisis Dalam Analisis Organisasi
Tampak bahwa dalam penjelasan
tentang tingkatan analisis ini tidak terdapat pembahasan terhadap individu yang
merupakan anggota organisasi. Analisis terhadap individu, secara khusus
dinyatakan sebagai Analisis Perilaku, yaitu suatu pendekatan psikologis yang
mempelajari motivasi kepemimpinan, dan berbagai aspek kepribadian individual
lainnya. Cara berpikir semacam ini yang sebaiknya digunakan untuk menganalisis
permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam suatu organisasi walaupun
misalnya permasalahan itu tampaknya hanya melibatkan sekumpulan individu
ataupun suatu bagian dalam organisasi (Gambar 1.2.), terutama jika organisasi
itu cukup rentan terhadap pengaruh-pengaruh dari lingkungannya.
C. LINGKUP
PEMBAHASAN
Tulisan
ini memusatkan perhatian pembahasan organisasi secara makro. Pandangan makro
beranggapan bahwa keberhasilan organisasi sangat tergantung pada kesesuaian
adaptasinya terhadap kondisi lingkungannya, baik adaptasi yang menyangkut
aspek-aspek eksternal maupun yang menyangkut masalah internal, termasuk bentuk
organisasi. Oleh karena itu, menyusul setelah bagian Pendahuluan ini, akan
dibahas secara berturut-turut, seperti berikut.
1.
Lingkungan,
yaitu untuk menjelaskan cara “melihat” dan “mengukur” lingkungan, adanya
bermacam-macam jenis lingkungan, dan pengaruh lingkungan terhadap organisasi.
2.
Efektivitas
organisasi, yang menjelaskan cara-cara untuk mengukur keberhasilan organisasi,
yang sesungguhnya menunjukkan kesesuaian antara organisasi terhadap
lingkungannya, dan hubungan keberhasilan tersebut dengan sasaran maupun
karakteristik organisasi.
3.
Berbagai
aspek internal yang berpengaruh terhadap bentuk organisasi, yaitu Birokrasi,
Ukuran, dan Pertumbuhan Organisasi, serta Teknologi.
4.
Setelah
penjelasan mengenai berbagai aspek yang berpengaruh terhadap organisasi,
barulah diberikan penjelasan mengenai bentuk ataupun struktur organisasi.
Pembahasan mengenai bentuk organisasi didasarkan pada anggapan bahwa seluruh
anggota organisasi mempunyai perilaku yang rasional. Dalam keadaan sebenarnya
di lapangan, perancangan bentuk (desain) organisasi perlu memperhatikan
perilaku anggota organisasi secara umum (sering kali disebut sebagai kultur
atau budaya organisasi).
D. PENUTUP
`Manusia
adalah sistem yang rumit sehingga wajar jika perkembangan pemahaman mengenai
teori organisasi ataupun ilmu-ilmu lain yang dimaksudkan untuk mengatur
manusia, juga terjadi secara bertahap, dan semakin lama semakin lengkap.
Dimulai dengan pendekatan yang memandang manusia sebagai alat, kemudian muncul
kesadaran bahwa manusia adalah makhluk psikososial yang kenyamanan jiwanya dan
lingkungan sosialnya sebagai anggota organisasi perlu mendapat perhatian, dan akhirnya pendekatan
terakhir memiliki pandangan bahwa organisasi adalah subsistem dari
lingkungannya sehingga pengaturan yang dilakukan di dalam sebuah organisasi
juga perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan luar yang melingkupinya.
Pada
dasarnya, ketiga pendekatan itulah yang merupakan tonggak-tonggak utama dalam
perkembangan teori organisasi. Di luar ketiga tonggak itu banyak temuan-temuan
yang sifatnya merupakan perincian dari ketiga tonggak utama itu. Para peminat
teori organisasi perlu mempelajari berbagai pendekatan itu dengan urutan yang
benar sehingga akhirnya ia memiliki semacam “peta” yang bisa memberikan
tuntunan untuk mengaitkan setiap masukan baru yang ia peroleh dengan ketiga
tonggak utama tersebut. Tanpa “peta” yang memberikan pemahaman komprehensif,
pandangan kita menjadi sempit sehingga tidak akan mampu melihat permasalahan
organisasi secara lengkap dan cenderung hanya memfokuskan perhatian terhadap
sebagian aspek saja dari organisasi itu12.
RANGKUMAN
Organisasi dipengaruhi oleh lingkungannya sehingga
agar bisa berhasil maka organisasi perlu menyesuaikan diri terhadap kondisi
lingkungannya. Oleh karena itu, tidak ada aturan umum yang berlaku bagi semua
organisasi. Kondisi terbaik bagi sebuah organisasi tergantung
kepada kondisi lingkungan, dimana organisasi itu berada. Ketergantungan
organisasi terhadap lingkungannya menyebabkan cara untuk menggambarkan
karakteristik organisasi perlu menunjukkan bentuk organisasi tersebut dan juga
kondisi organisasi itu relatif terhadap lingkungannya. Selain itu,
ketergantungan ini juga menyebabkan cara untuk melakukan analisis terhadap
permasalahan organisasi juga perlu memperhatikan apakah permasalahan tersebut
sebenarnya muncul dari kondisi yang terdapat di luar organisasi
LATIHAN
1)
Apa
sebabnya dikatakan bahwa organisasi memiliki ketergantungan ganda terhadap
lingkungannya?
2)
Jelaskan
hubungan antara prinsip ketergantungan (contingency)
dengan kenyataan bahwa organisasi memiliki ketergantungan terhadap kondisi
lingkungannya
3)
Jelaskan
pemanfaatan dimensi struktural dan dimensi kontekstual dalam pemahaman mengenai
suatu organisasi.
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1)
Dimensi
kontekstual yang menyatakan besarnya organisasi, diukur dengan ….
A. omset total
B.
jumlah
anggota organisasi
C.
jumlah
kapital
D. jumlah unit operasi organisasi
2)
Seorang
konsultan yang selalu mengusulkan teknik yang sama untuk menyelesaikan setiap
jenis masalah organisasi, mengabaikan ….
A. dimensi struktural organisasi
B.
pengaruh
lingkungan terhadap organisasi
C.
pengaruh
kondisi internal organisasi
D. bentuk organisasi
3)
Sebagian
orang berpendapat bahwa Teori Organisasi belum bisa dianggap sebagai “teori”,
dan lebih tepat dinyatakan sebagai “pendekatan” karena ….
A. belum lengkap
B.
tidak
berlaku umm
C.
hanya
bisa menjelaskan sebagian masalah organisasi
D. tidak memiliki ukuran kuantitatif
4)
Tingkat
pendidikan rata-rata anggota organisasi merupakan bagian dari ….
A.
dimensi struktural organisasi
B.
dimensi kontekstual organisasi
C.
tingkat spesialisasi organisasi
D.
tingkat teknologi organisasi
5)
Banyak
pihak atau bahan bacaan yang menyatakan bahwa rentang kendali terbaik adalah
antara 6 hingga 12 orang. Pernyataan ini sesungguhnya diwarnai oleh ….
A. teori klasik
B.
teori neo
klasik
C.
teori
modern
D. jawaban A, B, dan C salah
Barnard,
Chester I. (1983).The Functions of the
Executive. Cambridge-Massachusetts: Harvard University Press.
Crozier,
Michel; Friedberg, Erhard. (1977). L’Acteur
et le Systeme, Paris: Editions du Seuil. Page: 112.
Davis,
Ralph. (1951). The Fundamentals of Top
Management. New York: Harper & Brothers Publishers.
Daft,
Richard L. (1983). Organization Theory
and Design, St. Paul-Minnesota, West Publishing Company. Page: 8.
Taylor,
Frederick Winslow. (1919). The Principles
of Scientific Management.Harper & Brothers Publishers.
Tosi,
Henry L. (1975). Theories of
Organization. St. Clair Press. Page: 1-2
13Crozier, Michel; Friedberg, Erhard : L’Acteur et le Systeme, Paris : Editions du Seuil, 1977, hal : 112.
14Perrow,
Charles : Organizational Analysis : A
Sociological View, London : Tavistock Publications, 1970, hal : 55.,
Lawrence, Paul R : Lorsch, Jay W. : Developing Organizations : diagnosis and
action, Addison-Wesley Publishing
Company,
1969, hal : 23-24.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar